kau tiba pada kota tempat kurantau
dalam bayang kasih seluas kalbu
dalam balutan kain teduh menghijau
dalam segunung tanya berpeluk harapan rindu
cemas seorang ibu membiru
sayapku masih rapuh, Makku sayang
burung yang baru belajar terbang
belum ahli mencipta sarang
masih takut langit yang garang
resah seorang anak mengerang
jika kembali ke rumah
tolong kabarkan pada Abah
darahku tertanam pada pasir megah
tak mudah diancam rebah
tekad seorang anak membuncah
tangis seorang ibu yang cerah
2004
*
maafkan aku, Mak
dukaku belum semerah kau menangis
belum kumampu beli
kesenanganmu ingin kuberi
oleh-oleh bagi cinta tak terperi
karna keringatku belum sebening kau mengais
bahkan untuk sekeranjang salak
mata seorang anak memelas
mata seorang ibu penuh welas
2004
*
. . . . a k a n k a h k a u j a d i d u r h a k a ,
b i l a k u t e r i a k k a n k u t u k a t a s m u . . . .
2009
*
tak pernah nyaman berbagi denganmu,
ibu
pada murkamu yang garang
kau serukan bilik bilik rahasia
milikku
egoku menguncup malu,
pilu sejadi jadinya
pada diriku si peragu
setia tertahan amarah yang kuyu
: aku benci dirimu
harusnya aku tahu
uban dikepala tak pernah mampu
paksa hatimu tuk sejenak bijak
harusnya aku juga tahu
bersamamu
sebentar domba, lalu mengaum
ah,
mengapa singa tak pernah mengembik
lagi,
anganku tertepis badai
ke dekatmu
ke dekapmu
sia sia
2009
*
pagi pagipagi pagi gelap buta
ibu itu ibuku hilang
mata harimau mulut kucing
tercoret luka ulu hati membengkak
bayang ibu tak sampai mati
tapi kuingin dia yang mati
tetekmu hambar tak ada susu
susu pahit lagi beracun
ibu kelabu dibalik kelambu
bermain selangkang terus mekangkang
jiwaku robek beribu jahitan
kakiku, tertanam milyaran pasir laut
payah berlari lekas tergesa
caricari ibu
yang kuingin hilang
mana dimana mana kemana
mana mengapa mana bagaimana
ooouuuhhhhaaaayyyy
hati belatung lalu seribu bunga
bunga seribu lalu belatung hati
yang punya cuma kau
cuma kau yang punya
yang cuma punya kau
2009
ibu
katakan pada ayah, aku damba kuat beringin
setia jagai rumah yang berlindung dari gerah
lekas, katakan pada ayah
sebelum kepulan angan lenyap mendingin
mengapa kau begitu plastik
ibu
sampai dimana setiamu tunggu
sesobek awan sejukkan tubuh
sedang angin tak mampu basuh
rasa rindu yang mulai payau
mengapa kau begitu karet
ibu
jangan membeliak padaku begitu
bila kukata hormatku tlah berpulang
beribu malam tak bilang pulang
tanpa sesal jatuh di kalbu
mengapa kau begitu kertas
ibu
aku butuh pasti, bukan palsu
atas wajah tegar dan sabar
tutup mata terima nasib
sedang lepuh kulitmu penuhi lengkung hati
mengapa kau begitu wanita
diujung pengabdian diri
kesulitan tentukan nasibmu sendiri
tunggu takdirmu ditangan itu lelaki
buang
daur ulang
daur ulang
buang
bukankah sudah kuciumi dengan tekun
jejak air dari matamu yang mengering?
ah, ibu!
kau buat takutku yakin menjadi,
terlahir sebagai perempuan
adalah sebuah dosa asal
2009
Aku menghardik bulan.
Untuk apa kau mematung disana, bila
segelintir saja yang mampu memandang
binar cahya dekat melekat serupa
wajah keibuan ibu.
mengapa kau bunuh aku saat dunia sudah kau gelar dihadapan,
berikut sebait kisah yang baru mulai kumengerti
satu satu?
Apakah arti,
rerupa karut marut kehidupan,
yang sering kau katakan
lewat gelegar teriak dan tangis
yang kau bentang di setiap peluk?
Bukan sakit bukan darah atau rerintih pedih ini, tapi
mengapa jiwa kau ambil jadi ganti, dari
kalut pikir yang buat hantu menari
lalu menepi jadi diri?
Apakah Ibu ngerti,
rerupa binar cerah kegembiraan,
yang buatku giat bermain
lewat gelegar teriak dan tawa
yang kurindu di setiap peluh?
Ruh ku makin mendewasa,
di kehidupan yang belum kau jamah, kala
segala tanya masih saja
tuntut jawab hadir bergilir.
Bu,
apakah kau sungguh Tuhan,
karna
kau yang beri kehidupan
maka
kau pula yang berhak mengambilnya?
2010
untuk para ibu yang anaknya telah diculik oleh hewan yang tak malu menyebut dirinya manusia.
Bila kuingat betapa aku menyintai lelaki yang membawaku ke masa depan, kuharap seorang anak kan lahir darinya, biar lengkap hidup ini.
Bila kuingat saat benih dari yang kucinta tumbuh di rahimku, hatiku melonjak gembira, keajaiban boleh kualami.
Bila kuingat doa doa jagai janin, kubiarkan rasa rasa aneh jadi keluh yang kusimpan, sambil kujalani senyum atas beban hidup yang tak mudah, karna kekuatan baru kupunyai.
Bila kuingat sembilan bulan lebih kutahan segala rasa ingin tahu, sakit masa persalinan yang memerah, berlalu jadi bahagia tak terkata, lahir tangis kuat bayi.
Bila kuingat betapa aku menyintai bayi mungil yang akan kubawa kepada masa depan, dari padanya sulur harapan lahir dari benakku, betapa lengkap hidup ini.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangisi anakku yang hilang dalam peluk.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangisi hari hari yang menggila tanpa titik temu.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangis, terasa kabur wajah anakku.
Tak ada jejak di dalam angin,
tatap matahari penuh rahasia.
Segalanya berhenti pada malam tanpa bintang,
meski bertubi tubi pukuli diri.
Haruskah kusiapkan pedang,
tuk meghunus tubuh mereka yang tak mengerti
hati seorang ibu?
Atau
seikat bunga tuk sambut kehadiran anakku yang entah.
Dimalam tanpa bintang, aku menangis tersedu.
2010
tak hendak usir,
aku hanya coba bersihkan
remah remah kotor di lantai
dengan sapu kebaikan
tak hendak usir,
aku hanya nyalakan kipas
datangkan sejuk dari panas
jauhkan kayu dari api
tak hendak usir,
aku hanya taburkan wewangi
biar ruang pengap berakhir
segala yang singgah melihat damai
lama kudamba hari ini
sejak ku masih kuncup
dan nyaliku begitu ciut
semangatku layu tak henti
aku hanya ingin, sekali saja
hancurkan aku si peragu
lepaskan diri dari belenggu
demi merdeka
biar,
biar mendung
bukan pembawa murung
biar gerimis
bukan pertanda tangis
maka,
tak hendak aku, usir dirimu
aku hanya tak punya hasrat
tuk menahan pergimu
ibu
2010
*
apakah kau ingin tahu, bagaimana aku mendewasa?
aku mendewasa oleh lintasan waktu yang tak kumengerti
tanpa ampun, cari dan temui mimpi. sendiri.
tak ada kau
tak ada kau
aku berada di sudut sudut pasar, mencincang harga diri
demi sisa citacita yang hampir terenggut
jatuh terseret mimpi memeluk pundi
sendiri. sendiri. dimana kau?
aku bertahan di tepian terminal, kumpuli peluh menelan sabar
telateni pagi petang yang panjang
demi masa depan yang terlihat remang
kau? mengapa tak beri kabar?
aku tidur dimanamana kemanamana, mencari kasih
dari kasih kucari harap dari harap kucari damai
sesekali kudapati aku tertinggal diantaranya
belas kasihmu, kemana?
aku nangis sambil mengais kabar tentangmu
yang tak pernah datang dari dirimu
aku pergi ke segala penjuru
nelangsa kesepian aku, mengadu pada rindu
ngertikah kau, bagaimana aku mendewasa?
diantara waktu waktu yang hilang dan terbuang
tentangmu ya, tentangmu di hidupku
senyatanya, tak ada aku di rindumu
tak ada aku di doamu
tak ada
jadi, pahami dan terimalah kini,
aku mendewasa bukan karna kau
kita hanya terikat oleh takdir
dan aku,
sanggup merubah nasibku. sendiri.
2010
Tinggalkan Balasan